Selasa, 10 Januari 2012

STRATEGI PEMBELAJARAN

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Strategi Pembelajaran

Secara umum strategi dapat diartikan sebagai suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi juga bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Sanjaya, 2007 : 126). Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dari pendapat tersebut, Dick and Carey (1985) juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa (Sanjaya, 2007 : 126).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu rencana tindakan (rangkaian kegiatan) yang termasuk juga penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti bahwa di dalam penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu, artinya disini bahwa arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan, sehingga penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Namun sebelumnya perlu dirumuskan suatu tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya. Menurut Djamarah (2002 : 5-6) ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal sebagai berikut:

· Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.

· Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.

· Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.

· Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.

Dari batasan di atas, dapat digambarkan bahwa ada empat pokok masalah yang sangat penting yang dapat dan harus dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar agar dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan.

· Pertama, dapat dilihat bahwa apa yang dijadikan sebagai sasaran dari kegiatan belajar mengajar. Sasaran yang dituju harus jelas dan terarah, oleh karena itu maka tujuan dari pengajaran yang dirumuskan harus jelas dan konkret, sehingga mudah dipahami oleh anak didik.

· Kedua, memilih cara pendekatan belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif untuk mencapai sasaran. Dan disini dapat dilihat bahwa bagaimana cara seorang guru memandang suatu persoalan, konsep, pengertian dan teori apa yang harus digunakan oleh seorang guru dalam memecahkan masalah suatu kasus, akan mempengaruhi hasilnya.

· Ketiga, memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif. Metode dan teknik penyajian untuk memotivasi anak didik agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalaman untuk memecahkan masalah.

· Keempat, menerapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sehingga guru mempunyai pegangan yang dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menilai sampai sejauh mana keberhasilan tugas-tugas yang telah dilakukannya. Sehingga suatu program baru bisa diketahui keberhasilannya setelah dilakukan evaluasi. Sistem penilaian dalam kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu strategi yang tidak bisa dipisahkan dengan strategi dasar yang lain.

Menurut Sanjaya (2007 : 177 – 286) ada beberapa strategi pembelajaran yang harus dilakukan oleh seorang guru:

a. Strategi pembelajaran ekspositori

b. Strategi pembelajaran inquiry

c. Strategi pembelajaran berbasis masalah

d. Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir

Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada kemampuan berpikir siswa. Dalam pembelajaran ini materi pelajaran tidak disajikan begitu saja kepada siswa, akan tetapi siswa dibimbing untuk proses menemukan sendiri konsep yang harus dikuasai melalui proses dialogis yang terus menerus dengan memanfaatkan pengalaman siswa. Model strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaahan fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajarkan. Dari pengertian di atas terdapat beberapa hal yang terkandung di dalam strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir.

Ø Pertama, strategi pembelajaran ini adalah model pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir, artinya tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran adalah bukan sekedar siswa dapat menguasai sejumlah materi pelajaran, akan tetapi bagaimana siswa dapat mengembangkan gagasan-gagasan dan ide-ide melalui kemampuan berbahasa secara verbal.

Ø Kedua, telaahan fakta-fakta sosial atau pengalaman sosial merupakan dasar pengembangan kemampuan berpikir, artinya pengembangan gagasan dan ide-ide didasarkan kepada pengalaman sosial anak dalam kehidupan sehari-hari dan berdasarkan kemampuan anak untuk mendeskripsikan hasil pengamatan mereka terhadap berbagai fakta dan data yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari.

Ø Ketiga, sasaran akhir strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir adalah kemampuan anak untuk memecahkan masalah-masalah sosial sesuai dengan taraf perkembangan anak.

e. Strategi pembelajaran kooperatif Model Pembelajaran Kelompok

Pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif yaitu:

(a) adanya peserta dalam kelompok,

(b) adanya aturan kelompok,

(c) adanya upaya belajar setiap kelompok, dan

(d) adanya tujuan yang harus dicapai dalam kelompok belajar.

Strategi pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen), sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok tersebut menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.

f. Strategi pembelajaran kontekstual CTL

g. Strategi pembelajaran afektif

Strategi pembelajaran afektif memang berbeda dengan strategi pembelajaran kognitif dan keterampilan. Afektif berhubungan dengan nilai (value), yang sulit diukur, oleh sebab itu menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam diri siswa. Dalam batas tertentu memang afeksi dapat muncul dalam kejadian behavioral, akan tetapi penilaiannya untuk sampai pada kesimpulan yang bisa dipertanggung jawabkan membutuhkan ketelitian dan observasi yang terus menerus, dan hal ini tidaklah mudah untuk dilakukan. Apabila menilai perubahan sikap sebagai akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru di sekolah kita tidak bisa menyimpulkan bahwa sikap anak itu baik, misalnya dilihat dari kebiasaan berbahasa atau sopan santun yang bersangkutan, sebagai akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru. Mungkin sikap itu terbentuk oleh kebiasaan dalam keluarga dan lingkungan keluarga. Strategi pembelajaran afektif pada umumnya menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konflik atau situasi yang problematis. Melalui situasi ini diharapkan siswa dapat mengambil keputusan berdasarkan nilai yang dianggapnya baik.

B. Prinsip-prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran dalam Konteks Standar Proses Pendidikan

Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip dalam bahasan ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan strategi pembelajaran. Prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran adalah bahwa tidak semua strategi pembelajaran cocok digunkan untuk mencapai semua tujuan dan semua keadaan. Setiap strategi memiliki kekhasan sendiri-sendiri. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Killen (1998): ”no teaching strategy is better than others in all circumtances, so you have to be able to use a variety of teaching strategies, and make rational decisions about when each of the teaching strategies is likely to most effective”.

Apa yang dikemukakan Killen itu jelas bahwa guru harus mampu memilih strategi yang dianggap cocok dengan keadaan. Oleh sebab itu, guru perlu memahami prinsip-prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran sebagai berikut:

a. Berorientasi pada Tujuan

Dalam sistem pembelajaran tujuan merupakan komponen yang utama. Segala aktivitas guru dan siswa, mestilah diupayakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ini sangat penting, sebab mengajar adalah proses yang bertujuan. Oleh karenanya keberhasilan suatu strategi pembelajaran dapat ditentukan dari keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran.

Tujuan pembelajaran dapat menentukan suatu strategi yang harus digunakan guru. Hal ini sering dilupakan guru. Guru yang senang berceramah, hampir setiap tujuan menggunakan strategi penyampaian, seakan-akan dia berpikir bahwa segala jenis tujuan dapat dicapai dengan strategi yang demikian. Hal ini tentu saja keliru. Apabila kita menginginkan siswa terampil menggunakan alat tertentu, katakanlah terampil menggunakan termometer sebagai alat mengukur suhu badan, tidak mungkin menggunakan strategi pembelajaran penyampaian (bertutur). Untuk mencapai tujuan yang demikian, siswa harus berpraktik secara langsung. Demikian juga halnya manakala guru mengingikan agar siswa dapat menyebutkan hari dan tanggal proklamasi kemerdekaan suatu negara, tidak akan efektif kalau menggunakan strategi pemecahan masalah (diskusi). Untuk mencapai tujuan tersebut maka guru dapat menggunakan strategi bertutur (ceramah) atau pengajaran secara langsung.

b. Aktivitas

Belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental. Guru sering melupakan hal ini. Banyak guru yang terkecoh oleh sikap siswa yang pura-pura aktif padahal sebenarnya tidak.

c. Individualitas

Mengajar adalah usaha mengembangkan setiap individu siswa. Walaupun kita mengajar pada sekelompok siswa, namun pada hakikatnya yang ingin kita capai adalah perubahan perilaku setiap siswa. Guru yang baik dan profesional manakala ia menangani 50 orang siswa, seluruhnya berhasil mencapai tujuan; dan sebaliknya, dikatakan guru yang tidak baik atau tidak berhasil manakala ia menangani 50 orang siswa, 49 tidak berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, dilihat dari segi jumlah siswa sebaiknya standar keberhasilan guru ditentukan setinggi-tingginya. Semakin tinggi standar keberhasilan ditentukan, maka semakin berkualitas proses pembelajaran.

d. Integrasi

Mengajar harus dipandang sebagai usaha mengembangkan seluruh pribadi siswa. Mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, akan tetapi juga meliputi pengembangan aspek afektif dan aspek psikomotorik. Oleh karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadian siswa secara terintegrasi. Penggunaan metode diskusi, contohnya guru harus dapat merancang strategi pelaksanaan diskusi tak hanya terbatas pada pengembangan aspek intelektual saja, tetapi harus mendorong siswa agar mereka bisa berkembang secara keseluruhan, misalkan mendorong agar siswa dapat menghargai pendapat orang lain, mendorong siswa agar berani mengeluarkan gagasan atau ide-ide yang orisinil, mendorong siswa untuk bersikap jujur, tenggang rasa, dan lain sebagainya.

Di samping itu, Bab IV pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kretivitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik.

Sesuai isi Peraturan Pemerintah di atas, maka ada sejumlah prinsip khusus dalam pengelolaan pembelajaran, sebagai berikut:

1. Interaktif

Prinsip interaktif mengandung makna bahwa mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan pengetahuan dari guru ke siswa; akan tetapi mengajar dianggap sebagai proses mengatur lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

2. Inspiratif

Proses pembelajaran adalah proses yang inspiratif, yang siswa untuk mencoba dan melakukan sesuatu. Berbagai informasi dan proses pemecahan masalah dalam pembelajaran bukan harga mati, yang bersifat mutlak, akan tetapi merupakan hipotesis yang merangsang siswa untuk mau mencoba dan mengujinya. Oleh karena itu, guru mesti membuka berbagai kemungkinan yang dapat dikerjakan siswa. Biarkan siswa berbuat dan berpikir sesuian dengan inspirasinya sendiri, sebab pengetahuan pada dasarnya bersifat subjektif yang bisa dimaknai oleh setiap individu subjek belajar.

3. Menyenangkan

Proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi siswa. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat dikembangkan manakala siswa terbebas dari rasa takut, dan menegangkan. Oleh karena itu perlu diupayakan agar proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan (enjoyful learning).

4. Menantang

Proses pembelajaran adalah proses yang menantang siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir, yakni merangsang kerja otak secara maksimal. Kemampuan tersebut dapat ditumbuhkan dengan cara mengembangkan rasa ingin tahu siswa melalui kegiatan mencoba-coba, berpikir secara intuitif atau bereksplorasi.

5. Motivasi

Motivasi adalah aspek yang sangat penting untuk membelajarkan siswa. Tanpa adanya motivasi tidak mungkin siswa memiliki kemauan untuk belajar. Oleh karena itu, membangkitkan motivasi merupakan salah satu peran dan tugas guru dalam setiap proses pembelajaran.

C. Pertimbangan Pemilihan Strategi Pembelajaran

Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan baru. Ketika kita berpikir informasi dan kemampuan apa yang harus dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu juga kita semestinya berpikir strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efisien. Hal ini sangat penting untuk dipahami, sebab apa yang harus dicapai akan menentukan bagaimana cara mencapainya. Oleh karena itu, sebelum menentukan strategi pembelajaran yang dapat digunakan, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan, yaitu:

a. Pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai

· Apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik?

· Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, apakah tingkat tinggi atau rendah?

· Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan akademis?

b. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran

· Apakah materi pelajaran itu berupa fakta, konsep, hukum atau teori tertentu?

· Apakah untuk mempelajari materi pembelajaran itu memerlukan prasyarat tertentu atau tidak?

· Apakah tersedia buku-buku sumber untuk mempelajari materi itu?

c. Pertimbangan dari sudut siswa

· Apakah strategi pembelajaran sesuai dengan tingkat kematangan siswa?

· Apakah strategi pembelajaran itu sesuai dengan minat, bakat dan kondisi siswa?

· Apakah strategi pembelajaran itu sesuai dengan gaya belajar siswa?

d. Pertimbangan-pertimbangan lainnya

· Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu strategi saja?

· Apakah strategi yang kita tetapkan dianggap satu-satunya strategi yang dapat digunakan?

· Apakah strategi itu memiliki nilai efektivitas dan efisiensi?

Pertanyaan-pertanyaan di atas, merupakan bahan pertimbangan dalam menetapkan strategi yang ingin diterapkan.

D. Jenis-jenis Strategi Pembelajaran

Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan. Rowntree (1974) mengelompokkan ke dalam strategi penyampaian penemuan atau exposition-discovery learning, dan strategi pembelajaran kelompok dan strategi pembelajaran individual atau groups-individual learning.

Dalam strategi exposition, bahan pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk jadi dan siswa dituntut untuk menguasai bahan tersebut. Roy Killen menyebutnya dengan strategi pembelajaran langsung (direct instuction). Dalam strategi ekspositori guru berfungsi sebagai penyampai informasi. Berbeda dengan strategi discovery. Dalam strategi ini bahan pelajaran dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa melalui berbagai aktivitas, sehingga tugas guru lebih banyak sebagai fasilitator dan pembimbing bagi siswanya. Atau disebut juga dengan strategi pembelajaran tidak langsung.

strategi pembelajaran individual dilakukan oleh siswa secara mandiri. Kecepatan, kelambatan dan keberhasilan pembelajaran sangat ditentukan oleh kemampuan individu siswa yang bersangkutan. Bahan pelajaran serta bagaiman mempelajarinya didesain untuk belajar sendiri. Contoh dari strategi pembelajaran ini adalah belajar melalui modul, atau belajar bahasa melalui kaset audio.

Strategi pembelajaran kelompok dilakukan secara beregu. Sekelompok siswa diajar oleh seorang atau beberapa guru. Bentuk belajar kelompok itu bisa dalam pembelajaran klasikal atau pembelajaran dalam kelompok besar; atau bisa juga siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil semacam buzz group. Strategi kelompok tidak memperhatikan kecepatan belajar individual. Setiap individual dianggap sama.

Ditinjau dari cara penyajiannya dan cara pengelolahannya, strategi pembelajaran juga dapat dibedakan antara strategi pembelajaran deduktif dan strategi pembelajaran induktif. Strategi pembelajaran deduktif adalah strategi pembelajaran yang dilakukan dengan mempelajari konsep-konsep terlebih dahulu untuk kemudian dicari kesimpulan dan ilustrasi-ilustrasi; atau bahan pelajaran yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang abstrak, kemudian secara perlahan-lahan menuju hal yang konkret. Strategi pembelajaran ini disebut juga strategi pembelajaran dari umum ke khusus. Sebaliknya dengan strategi induktif, pada strategi ini bahan yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang konkret atau contoh-contoh yang kemudian secara perlahan siswa dihadapkan pada materi yang kompleks dan sukar. Strategi ini kerap dinamakan strategi pembelajaran dari khusus ke umum.

E. Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa (PBSA)

Dalam standar proses pendidikan, pembelajaran didesain untuk membelajarkan siswa. Artinya, sistem pembelajaran menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dengan kata lain, pembelajaran ditekankan atau berorientasi pada aktivitas siswa (PBSA).

Ada beberapa asumsi perlunya pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa. Pertama, asumsi filosofis tentang pendidikan.Pendidikan merupakan usaha sadar mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik kedewasaan intelektual, sosial maupun moral. Oleh karena itu, proses pendidikan bukan hanya mengembangkan intelektual saja, tetapi mencakup seluruh potensi yang dimiliki anak didik. Dengan demikian hakikat pendidikan pada dasarnya adalah:

· interaksi manusia;

· pembinaan dan pengembangan potensi manusia;

· berlangsung sepanjang hayat;

· kesesuaian dengan kemampuan dan tingkat perkembangan siswa;

· keseimbangan antara kebebasan subjek didik dan kewibawaan guru; dan

· peningkatan kualitas hidup manusia.

Kedua, asumsi tentang siswa sebagai subjek pendidikan, yaitu:

· siswa bukanlah manusia dalam ukuran mini, akan tetapi manusia yang sedang dalam tahap perkembangan;

· setiap manusia mempunyai kemampuan yang berbeda;

· anak didik pada dasarnya adalah insan yang aktif, kreatif, dan dinamis dalam menghadapi lingkungannya; dan

· anak didik memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhannya.

ketiga, asumsi tentang guru adalah:

· guru bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar peserta didik;

· guru memiliki kemampuan profesional dalam mengajar;

· guru mempunyai kode etik keguruan; dan

· guru memiliki peran sebagai sumber belajar, pemimpin (organisator) dalam belajar yang memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi siswa dalam belajar.

Keempat, asumsi yang berkaitan dengan proses pengajaran adalah:

· bahwa proses pengajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu sistem;

· peristiwa belajar akan terjadi manakala anak didik berinteraksi dengan lingkungan yang diatur oleh guru;

· proses pengajaran akan lebih aktif apabila menggunakan metode dan teknik yang tepat dan berdaya guna;

· pengajaran memberi tekanan kepada proses dan produk secara seimbang; dan

· inti proses pengajaran adalah adanya kegiatan belajar siswa secara optimal.

Dalam pandangan psikologi modern belajar bukan hanya sekadar menghafal sejumlah fakta atau informasi, akan tetapi peristiwa mental dan proses berpengalaman. Oleh karena itu, setiap peristiwa pembelajaran menuntut keterlibatan intelektual-emosional siswa melalui asimilasi dan akomodasi kognitif untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan, serta pengalaman langsung dalam rangka membentuk keterampilan (motorik, kognitif, dan sosial), penghayatan serta internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap (Raka Joni, 1980:2).

Seperti yang disebutkan dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal ini menunjukkan bahwa mengajar yang didesain guru harus berorientasi pada aktivitas siswa.

1. Konsep dan Tujuan PBAS

PBAS dapat dipandang sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menekankan kepada aktivitas siswa secara optimal untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang.

Dari konsep diatas tersebut ada dua hal yang harus dipahami. Pertama, dipandang dari sisi proses pembelajaran, PBAS menekankan kepada aktivitas siswa secara optimal, artinya PBAS menghendaki keseimbangan antara aktivitas fisik, mental, termasuk emosional dan aktivita sintelektual.

Kedua, dipandang dari sisi hasil belajar, PBAS menghendaki hasil belajar yang seimbang dan terpadu antara kemampuan intelektual (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Artinya dalam PBAS pembentukan siswa secara utuh merupakan tujuan utama dalam proses pembelajaran. Dan PBAS bertujuan membentuk siswa yang cerdas sekaligus siswa yang memiliki sikap positif dan secara motorik terampil.

Sedangkan secara khusus pendekatan PBAS bertujuan; pertama, meningkatkan kualitas pembelajaran agar lebih bermakna. Artinya, melalui PBAS siswa tidak hanya dituntut untuk mengetahui sejumlah informasi, teatpi juga bagaimana memanfaatkan informasi itu untuk kehidupannya. Kedua, mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Artinya, melalui PBAS diharapkan tidak hanya kemampuan intelektual saja yang berkembang, tetapi juga seluruh pribadi siswa termasuk sikap dan mental.

Dihubungkan dengan tujuan pendidikan nasional yang ingin dicapai yang bukan hanya membentuk manusia yang cerdas, akan tetapi juga yang lebih penting adalah membentuk manusia yang bertakwa dan memiliki keterampilan di samping memiliki sikap budi pekerti yang luhur, mak PBAS merupakan pendekatan yang sangat cocok untuk dikembangkan.

2. Peran Guru dalam Implementasi PBAS

Kekeliruan yang kerap muncul adalah adanya anggapan bahwa dengan PBAS peran guru semakin berkurang. Anggapan seperti ini tentu saja tidak tepat, sebab walaupun PBAS didesain untuk meningkatkan aktivitas siswa, tidak berarti mengakibatkan kurangnya peran dan tanggung jawab guru. Baik guru maupun siswa sama-sama harus berperan secara penuh, oleh karena peran mereka sama sebagai subjek belajar. Adapun yang membedakannya hanya terletak pada tugas yang harus dilakukannya.

Dalam implementasi PBAS, guru tidak berperan sebagai satu-satunya, sumber belajar yang bertugas menuangkan materi pelajaran kepada siswa, akan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana memfasilitasi agar siswa belajar. Oleh karena itu, penerapan PBAS menuntut guru untuk kreatif dan inovatif sehingga mampu menyesuaikan kegiatan mengajarnya dengan gaya dan karakterisik belajar siswa. Untuk itu ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan guru diantaranya adalah:

1. Mengemukakan berbagai alternatif tujuan pembelajran yang ahrus dicapai sebelum kegiatan pembelajaran dimulai;

2. Menyusun tugas-tugas belajar bersama siswa;

3. Memberikan informasi tentang kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan;

4. Memberikan bantuan dan pelayanan kepada siswa yang memerlukannya;

5. Memberikan motivasi, mendorong siswa untuk belajar, membimbing, dan lain sebagainya melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan; dan

6. Membantu siswa dalam menarik suatu kesimpulan.

3. Penerapan PBAS dalam Proses Pembelajaran

Dalam kegiatan belajar mengajar PBAS diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan, seprti mendengarkan, berdiskusi, memproduksi sesuatu, memecahkan masalah, dan lain sebagainya. Keaktifan siswa itu ada yang secara langsung dapat diamati, seperti mengerjakan tugas, berdiskusi, mengumpulkan data, akan tetapi juga ada yang tidak bisa diamati, seperti kegiatan mendengarkan dan menyimak. Kadar PBAS tidak hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata, akan tetapi juga ditentukan oleh aktivitas nonfisik seprti mental, intelektual dan emosional.

a. kadar PBAS dilihat dari proses perncanaan

· adanya keterlibatan siswa dalam merumuskan tujuan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan serta pengalaman dan motivasi yang dimiliki sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kegiatan pembelajaran;

· adanya keterlibatan siswa dalam menyusun rancangan pembelajaran;

· adanya keterlibatan siswa dalam menentukan dan memilih sumber belajar yang diperlukan;

· adanya keterlibatan siswa dalam menentukan dan mengadakan media pembelajaran yang akan digunakan;

b. kadar PBAS dilihat dari proses pembelajaran

· adanya keterlibatan siswa baik secara fisik, mental, emosional maupun intelektual dalam setiap proses pembelajaran;

· siswa belajar secara langsung (experiential learning);

· adanya keinginan siswa untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif;

· keterlibatan siswa dalam mencari dan memanfaatkan setiap sumber belajar yang tersedia dan yang dianggap relevan dengan tujuan pembelajaran;

· adanya keterlibatan siswa dalam melakukan prakarsa seperti menjawab dan mengajukan pertanyaan, berusaha memecahkan masalah yang diajukan atau yang timbul selama proses pembelajaran berlangsung; dan

· terjadinya interaksi yang multi arah, baik antara siswa dengan siswa atau antar guru dengan siswa.

c. kadar PBAS ditinjau dari kegiatan evaluasi pembelajaran

· adanya keterlibatan siswa untuk mengevaluasi sendiri hasil pembelajaran yang telah dilakukannya;

· keterlibatan siswa secara mandiri untuk melaksanakan kegiatan semacam tes dan tugas-tugas yang harus dikerjakannya; dan

· kemauan siswa untuk menyusun laporan baik tertulis maupun secara lisan berkenaan dengan hasil belajar yang diperolehnya.

Dengan ciri-ciri tersebut dapat ditentukan apakah proses pembelajaran yang diciptakan oleh guru mempunyai kadar PBAS yang tinggi, sedang atau rendah.

4. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan PBAS

Keberhasilan penerapan PBAS dalam proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya:

a. Guru

1) kemampuan guru

Kemampuan guru merupakan faktor pertama yang dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajarana dengan pendekatan PBAS. Guru yang memiliki kemampuan tinggi akan bersikap kreatif dan inovatif yang selamanya akan mencoba dan mencoba menerapkan berbagai penemuan baru yang dianggap lebih baik untuk membelajarkan siswa.

Kemampuan guru itu bukan hanya dalam tataran desain perencanaan pembelajaran, akan tetapi juga dalam proses dan evaluasi pembelajaran. Kemampuan dalam proses pembelajaran berhubungan erat dengan bagaimana cara guru mengimplementasikan perencanaan pembelajaran, yang mencakup kemampuan menerapkan keterampilan dasar mengajar dan keterampilan mengembangkan berbagai model pembelajaran yang dianggap mutakhir.

2) sikap profesional guru

Sikap profesional guru berhubungan dengan motivasi yang tinggi dalam melaksanakan tugas mengajarnya. Guru yang profesional selamanya akan berusaha untuk mencapai hasil yang optimal. Ia tidak akan meras puas dengan hasil yang telah dicapai. Oleh karenanya ia akan selalu belajar untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan meningkatkan kemampuan dan keterampilannya. Penerapan PBAS sebagai suatu pendekatan yang menuntut aktivitas siswa secara penuh dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran, akan sangat dipengaruhi oleh tingkat profesional guru.

3) latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar guru

Latar belakang pendidikan dan pengalamn mengajar guru akan sangat berpengaruh terhadap implementasi PBAS. Dengan latar belakang pendidikan yang tinggi, memungkinkan guru memiliki pandangan dan wawasan yang luas terhadap variabel-variabel pembelajaran seperti pemahaman tentang psikologi anak, pemahaman terhadap unsur lingkungan dan gaya belajar siswa, pemahaman tentang berbagai model dan metode pembelajaran.

b. Sarana Belajar

1) ruang kelas

Kondisi ruang kelas merupakan faktor yang menentukan keberhasilan penerapan PBAS. Ruang kelas yang terlalu sempit misalnya, akan mempengaruhi kenyamanan siswa dalam belajar. Yang juga harus diperhatikan dalam penataan ruang kelas adalah desain temapt duduk siswa. PBAS yang menghendaki siswa aktif dalam belajar, sebaiknya tempat duduk tidak bersifat statis, tetapi seharusnya dinamis. Artinya, tempat duduk didesain agar dapat dipindah-pindah sehingga bisa disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran.

2) media dan sumber belajar

PBAS merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan multimetode dan multimedia. Artinya, melalui PBAS siswa memungkinkan untuk belajar dari berbagai sumber informasi secara mandiri. Oleh karena itu, keberhasilan penerapan PBAS akan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dan pemanfaatan media dan sumber belajar.

c. Lingkungan Belajar

Lingkungan belajar merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan PBAS. Ada dua hal yang termasuk ke dalam faktor lingkungan belajar, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan psikologis. Lingkungan fisik meliputi keadaan dan kondisi sekolah, sedangkan yang termasuk ke dalam lingkungan psikologis yaitu iklim sosial yang ada di lingkungan sekolah itu.

F. Strategi Pembelajaran Ekspositori

a. Pengertian Strategi Pembelajaran Ekspositori

Strategi pembelajaran ekspositori menekankan pada proses bertutur. materi pembelajaaran sengaja diberikan secara langsung. Peran sisawa dalam strategi ekspositori adalah menyimak untuk menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru.

Aliran psikologi belajar yang sangat mempengaruhi Strategi pembelajaran ekspositori adalah aliran belajar behavioristik. Aliran belajar behavioristik lebih menekankan kepada pemahaman bahwa prilaku manusia pada dasarnya keterkaitan antara stimulus dan respon, oleh karenanya dalam implementasinya peran guru sebagai pemberi stimulus merupakan fakto yang sangat penting. Dari asumsi semacam inilah guru dapat memfasilitasi sehingga hubungan stimulus – respon bias berlangsung secara efektif.

b. Konsep dan Prinsip Strategi Ekspositori

· Konsep strategi pembelajaran ekspositori

Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Roy killen (1998) menamakan strategi ekpositori ini dengan istilah strategi pembelajaran langsung. Karena dalam strategi ini materi pembelajaran disampaikan oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Materi pelajaran seakan-akan sudah jadi.

· Karakteristik strategi ekspositori:

a. Strategi ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal.

b. Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi.

c. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri.

Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru. Sebab dalam strategi ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik.

· Strategi pembelajaran ekspositori akan efektif jika :

a. Guru akan menyampaikan bahan-bahan baru serta kaitannya dengan yang akan dan harus dipelajari siswa.

b. Apabila guru menginginkan agar siswa mempunyai gaya model intelektual.

c. Jika bahan pelajaran yang akan di ajarkan cocok untuk dipresentasikan.

d. Jika ingin membangkitkan keingin tahuan siswa.

e. Guru menginginkan untuk mendemonstrasikan suatu teknik atau prosedur tertentu untuk kegiatan praktik.

f. Penjelasan ulang tentang materi.

g. Apabila guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki kemampuan rendah.

· Prinsip-prinsip penggunaan strategi pembelajaran ekspositori

a. Berorientasi pada Tujuan

Walaupun penyampain materi pelajaran merupakan ciri utama dalam strategi pembelajaran ekspositoris melalui ceramah, namun tidak berarti proses penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran, justru tujuan itulah yang harus menjadi pertimbangan utama dalam penggunaan strategi ini. Karena itu sebelum strategi ini diterapkan terlebih dahulu, guru harus merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan terukur. Seperti kriteria pada umumnya, tujuan pembelajaran harus dirumuskan dalam bentuk tingkah laku yang dapat diukur atau berorientasi pada kompetensi yang dicapai oleh siswa.

b. Prinsip Komunikasi

Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai proses komunikasi, yang menunjuk pada proses penyampaian pesan dari seseorang ( sumber pesan ) kepada seseorang atau sekelompok orang ( penerima pesan). Pesan yang ingin disampaikan dalam hal ini adalah materi pelajaran yang diorganisir dan disusun sesuai dengan tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dalam proses komunikasi guru berfugsi sebagai sumber pesan dan siswa berfungsi sebagsi penerima pesan.

Sistem komunikasi dikatakan efektif manakal pesan itu dapat mudah ditangkap oleh penerima pesan secara utuh, dan sebaliknya, system komunikasi dikatakan tidak efektif manakala penerima pesan tidak dapat menangkap setiap pesan yang disampaikan.

Prinsip komunikasi merupakan prinsip yang sangat penting untuk diperhatikan. Artinya bagaimana upaya yang bias dilakukan agar setiap guru dapat menghilangkan setiap gangguan ( noise ) yang bisa mengganggu proses komunikasi.

c. Prinsip Kesiapan

Kesiapan merupakan salah satu hukum belajar. Inti dari hukum belajar ini adalah bahwa setiap individu akan merespons dengan cepat dari setiap stimulus jika dalam dirinya sudah memiliki kesiapan. Yang dapat kita tarik dari hukum belajar ini adalah siswa dapat menerima informasi sebagai stimulus yang kita berikan, kita harus terlebih dahulu memposisikan siswa dalam keadaan siap baik secara fisik maupun psikis untuk menerima pelajaran.

d. Prinsip berkelanjutan

Proses belajar ekspositori harus dapat mendorong siswa untuk mau mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi juga untuk waktu selanjutnya. Strategi pembelajaran Ekspositori yang berhasil adalah manakala melalui proses penyampaian dapat membawa siswa pada situasi ketidak seimbangan, sehingga mendorong untuk mencari dan menemukan atau menambah wawasan melalui belajar mandiri.

c. Prosedur Pelaksanaan Strategi Ekspositori

Hal yang harus diperhatikan oleh setiap guru yang akan menggunakan stategi ekspositori adalah:

1) Rumuskan tujuan yang ingin dicapai

Merumuskan tujuan merumuskan langkah petama yang harus dipersiapkan guru. Tujuan yang spesifik dapat memperjelas kepada arah yang ingin dicapai. Dengan demikian, melalui tujuan yang jelas selain dapat membimbing siswa dalam menyimak materi pelajaran juga akan diketahui efektifitas dan efisien penggunaan strategi ekspositori.

2) Kuasai materi pelajaran yang baik

Pengguasaan materi pelajaran dengan baik merupakan syarat mutlak penggunaan strategi pembelajaran ekspositori. Penggunaan materi yang sempurna, akan membuat kepercayaan diri guru meningkat, sehingga guru akan mudah mengolah kelas. Dan sebaliknya jika guru kurang menguasai materi pelajaran yang akan disampaikan, ia akan kurang percaya diri sehingga ia akan sulit bergerak. Akibatnya guru akan sulit mengontrol dan mengendalikan prilaku-prilaku siswa yang dapat mengganggu jalannya proses pembelajaran.

Agar guru dapat menguasai materi pelajaran ada beberapa hal yang dapat dilakukan:

· Pelajari sumber-sumber belajar yang mutahir

· Persiapkan masalah-masalah yang mungkin muncul dengan cara menganalisis materi pelajaran sampai detailnya

· Buatlah garis besar materi pelajaran yang akan disampaikan untuk memandu dalam penyajian agar tidak melebar.

Kenali medan dan hal yang dapat mempengaruhi proses penyampaian Mengenali lapangan atau medan merupakan hal penting dalam langkah persiapan. Beberapa hal yang berhubungan medan yang harus dikenali di antaranya:

· Latar belakang audiens atau siswa yang akan menerima materi,

· Kondisi ruangan, baik menyangkut luas dan besarnya ruangan itu

Keberhasilan penggunaan strategi ekspositori sangat tergantung pada kemampuan guru untuk bertutur atau menyampaikan materi pelajaran. Ada beberapa langkah dalam penerapan strategi ekspositori, yaitu:

a) Persiapan

Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan strategi ekspositori sangat tergantung pada langkah persiapan.

Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan adalah:

Ø Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif

Ø Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar

Ø Merangsang dan manggugah rasa ingin tahu siswa

Ø Menciptakan suasana yang iklim pembelajaran yang terbuka

Beberapa hal yang harus dilakukan dalam rangka persiapan diantaranya adalah:

1. Berikan sugesti yang positif dan hindari sugesti yang negative. Memberikan sugesti yang positif akan dapat membangkitkan kekuatan pada siswa untuk menembus rintangan dalam belajar. Sebaliknya sugesti yang negative dapat mematikan semangat belajar.

2. Mulailah dengan mengemukakan tujuan yang harus dicapai. Dengan mengemukakan tujuan siswa akan paham apa yang harus mereka kuasai serta mau di bawa kemana mereka.

3. Bukalah file dalam otak siswa. Sebelum kita menyampaikan materi pelajaran maka terlebih dahulu kita harus membuka file dalam otak siswa agar materi itu bisa cepat ditangkap.

b) Penyajian

Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah penyajian, yaitu:

1. Penggunaan bahasa

Penggunaan bahasa merupakan aspek yang sangat berpengaruh untuk keberhasilan presentasi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bahasa, yaitu:

· Bahasa yang digunakan sebaiknya yang bersifat mudah dipahami

· Dalam penggunaan bahasa guru harus memperhatikan tingkat perkembangan audiens atau siswa.

2. Intonasi suara

Intonasi suara adalah pengaturan suara sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan. Guru yang baik akan memahami kapan ia harus meninggikan nada suaranya, dan kapan ia harus melemahkan suaranya.

3. Menjaga kontak mata dengan siswa

Dalam proses penyajian materi pelajaran, kontak mata, merupakan hal yang sangat penting untuk membuat siswa tetap memperhatikan pelajaran. Pandanglah siswa secara bergiliran, jangan biarkan pandangan mereka tertuju pada hal-hal diluar materi pelajaran.

4. Menggunakan joke-joke yang menyegarkan

Menggunakan joke adalah kemampuan untuk menjaga agar kelas tetap hidup dan segar melalui penggunaan kalimat yang lucu.

c) Menghubungkan / korelasi

Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal yang memungkikan siswa dapat menangkap keterkaitannya dengan struktur pengetahuan yang telah dimiliki.

Sering terjadi, dalam suatu pembelajaran setelah siswa menerima materi pelajaran dari guru, ia tidak dapat menangkap makna untuk apa materi pelajaran itu dikuasai dan dipahami.

d) Menyimpulkan

Menyimpulkan adalah tahap untuk memahami inti dari materi pelajaran yang telah disajikan. Melalui langkah penyimpulan siswa akan dapat mengambil inti sari dari proses penyajian. Menyimpulkan bisa dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:

· Mengulang kembali inti-inti dari pokok persoalan

· Memberikan beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang telah disajikan

e) Mengaplikasikan

Mengaplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Melalui langah ini guru dapat mengumpulkaan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa.

Teknik yang bisa digunakan pada langkah ini adalah:

· Membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan.

· Memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan.

d. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Ekspositori

1. Keunggulan

a) Guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, dengan demikian ia dapat mengetahiu sampai sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan.

b) Dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki siswa terbatas.

c) Selain siswa dapat mendengar melalui penuturan tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi.

d) Bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.

2. Kelemahan

a. Hanya dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik

b. Strategi pembelajaran ekspositori lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemempuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, serta kemampuan berfikir.

c. Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru.

d. Karena gaya komunikasi strategi pembelajaran lebi banyak terjadi satu arah maka dapat mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada apayang disampaikan guru.

G. Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah

a. Pengertian Strategi Belajar Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah (Probelem-based learning), atau disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. SPBM adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah.

b. Konsep Dasar dan Karakteristik SPBM

SPBM dapat di artikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang di hadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari SPBM yaitu :

a) SPBM merupakan serangkaian aktivitas pembelajaran

b) SPMB tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan,mencatat,dsb

c) SPBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran

Strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat di terapkan :

1. Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi pelajaran,akan tetapi menguasai dan memahami secara penuh.

2. Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berpikir rasional siswa,yaitu kemampuan menganalis situasi,menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru,mengenal antara perbedaan fakta dan pendapat serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment secara objektif.

3. Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa.

4. Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang di pelajari dengan kenyataan dalam kehidupanya.

c. Hakikat Masalah dalam SPBM

Antara strategi pembelajaran inkuiri(SPI) dan strategi pembelajaran berbasis masalah (SPBM) memiliki perbedaan.Perbdaan tersebut terletak pada jenis masalah serta tujuan yang di capai.Hakikat masalah dalam SPBM adalah gap atau kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang di harapakan,atau antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang di harapkan.

Dibawah ini di berikan keriteria pemilihan bahan pelajaran dalam SPBM.

a) Bahan pelajaran harus mengandung isu – isu yang mengandung konflik yang bisa bersumber dari berita,rekaman,video,dan yang lainya.

b) Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dennngan siswa,sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.

c) Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak sehinggga tersa manfaatnya.

d) Bahan yang di pilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus di miliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku

e) Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.

d. Tahapantahapan SPBM

Banyak ahli yang menjelaskan untuk penerapan SPBM.Jonhn Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan amerika menjelaskan 6 langkah SPBM yang kemudian dia namakan metode pemecahan masalah ( Problm solving ),yaitu :

a) Merumuskan maslah, yaitu langkah siswa menetukan masalah yang akan dipecahkan.

b) Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.

c) Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang di milikinya.

d) Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang di perlukan untuk pemecahan masalah.

e) Penguji hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang di ajukan.

f) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat di lakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpilan.

David jhonson dan jhonson mengemukakan ada 5 langkah SPBM melalui kegiatan kelompok

1. Mendifinisikan masalah

2. Mendiagnosis masalah

3. Merumuskan alternatif strategi

4. Merumuskan dan menerapkan strategi pilihan

5. Melakukan evaluasi

Sesuai dengan tujuan SPBM adalah untuk menumbuhkan sikap ilmiah dari beberapa bentuk SPBM yang di kemukan para ahli,maka secara umum SPBM bisa di lakukan dengan langkah – langkah :

a) Menyadari masalah

Implementasi SPBM harus di mulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus di pecahkan.Pada tahapan ini guru membimbing siswa pada kesadran adanya kesenjangan atau gap yang di rasakan oleh manusia atau lingkungan sosial.

b) Merumuskan masalah

Bahan pelajaran dalam bentuk topik yang dapat di cari kesenjangan,selanjutnya,di fokuskan pada masalah apa yang pantas untuk di kaji.Rumusan masalah sangat penting sebab selanjutnya akan berhubungan dengan kejelasan dan persamaan persepsi tentang masalah dan berkaitan dengan data–data apa yang harus di kumpulkan untuk menyelesaikanya.

c) Merumuskan hipotesis

Sebagai proses berpikir empiris,keberadaan keberadaan data dalam berpikir ilmiah yang merupakan perpaduan dari berpikir deduktif dan induktif,maka merumuskan hipotesis merupakan langkah penting yang tidaka boleh di tinggalkan.

d) Mengumpulkan data

Sebagai proses empiris,keberadaan data dalam proses berpikir ilmiah merupakan hal yang sangat penting.Sebab,menentukan cara penyelesaian masalah sesuai dengan hipotesis yang di ajukan harus sesuai dengan data yang ada.

e) Menguji hipotesis

Berdasarkan data yang di kumpulkan,akhirnya siswa menentukan hipotesis mana yang di terima dan mana yang mana yang di tolak.Kemampuan yang di harapkan dari siswa dalam tahapan ini adalah kecakapan menelaah data sekaligus membahasnya untuk melihat hubungan dapat mengambil keputusan dan kesimpulan.

f) Menentukan pilihan penyelesaian

Menentukan pilihan penyelesaian merupakan akhir dari proses SPBM. Kemampuan yang di harapkan dari tahapan ini adalah kecakapan memilih alternatif penyelesaian yang memungkinkan dapat di lakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan alternative yang di pilihnya,termasuk memperhitungkan akibat yang akan terjadi dalam setiap pilihan.

e. Keunggulan dan Kelemahan SPBM

1. Keungggulan

Sebagai suatu strategi pembelajaran, SPBM memiliki beberapa keunggulan yaitu:

a) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.

b) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

c) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktifitas pembelajaran siswa.

d) Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

e) Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaranya yang mereka lakukan.Disamping itu,pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.

f) Melalui Pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran,pada dasarnya merupakan cara berpikir,dan suatu yang harus di mengerti oleh siswa,bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku – buku saja.

g) Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan di sukai siswa.

h) Pemecahan masalah ( problem solving ) dapat menggembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

i) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki di dunia nyata.

j) Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berahir.

2. Kelemahan

Di samping keunggulan,SPBM juga memiliki kelemahan,di antarnya :

a) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang di pelajari sulit untuk di pecahkan,maka mereka akan enggan untuk mencoba.

b) Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutukan cukup waktu untuk persiapan.

c) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang di pelajari,maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

Menurut Agus dalam buku cooperative learning, strategi pembelajaran berbasis masalah terdiri dari 5 fase atau langkah. Fase-fase dan perilaku tersebut merupakan tindakan berpola.

Pola ini diciptakan agar hasil pembelajaran dengan pengembangan pembelajaran berbasis masalah dapat diwujudkan antara lain adalah sebagai berikut:

Fase1:
Mengorientasikan siswa pada masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi mahasiswa terlibat aktif pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih

Fase2:
Mengorganisasi siswa untuk belajar Membantu mahasiswa membatasi dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi

Fase3:
Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok Mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan mencari untuk penjelasan dan pemecahan

Fase4:
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Membantu siswa merencanakan dan menyi-apkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

Fase5:
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Membantu siswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang digunakan selama berlangusungnya pemecahan masalah.

H. Strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL)

a. Konsep Dasar CTL

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses balajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan nyata, artinya CTL bukan hanya mengharapka siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

Sehubungan dengan hal itu, terdapat limakarakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL:

a) Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.

b) Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.

c) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.

d) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.

e) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.

b. Latar Belakang Filosofis dan Psikologis CTL

a) Latar Belakang Filosofis

CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Aliran filsafat konstruktivisme berangkat dari pemikiran epistemologi Giambatista Vico (Suparno, 1997). Vico mengungkapkan “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaannya”. Mengetahui menurut Vico, berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Artinya, seseorang dikatakan mengetahui manakala ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Selanjutnya, pandangan filsafat konstruktivisme tentang hakikat pengetahuan mempengaruhi konsep tentang belajar, bahwa belajar bukanlah sekadar menghafal, tetapi mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman.

Piaget berpendapat, bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan “skema”. Skema terbentuk karena pengalaman. Proses penyempurnaan skema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah roses penyempurnaan skema; dan akomodasi adalah proses mengubah skema yang sudah ada hingga terbentuk skema baru.

Pandangan Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognitif anak, sangat berpengaruh terhadap beberapa model pembelajaran, di antaranya model pembelajaran kontekstual. Menurut pembelajaran kontekstual, pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemberitahuan orang lain, tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan yang demikian akan mudah dilupakan dan tidak fungsional.

b) Latar Belakang Psikologis

Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena peran aktif subjek, maka dipandang dari sudut psikologi, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Balajar bukanlah peristiwa mekanisme seperti keterkaitan stimulus dan respon. Belajar tidak sesederhana itu. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi, dan kemampuan atau pengalaman. Apa yang tampak pada dasarnya adalah wujud dari adanyadorongan yang berkembang dalam diri seseorang. Sebagai peristiwa mental perilaku manusia tidak semata-mata merupakan gerakan fisik saja, akan tetapi yang lebih penting adalah adanya faktor pendorong yang ada di belakang gerakan fisik itu.

Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka terdapat beberapa hal yang harus Anda pahami tetang belajar dalam konteks CTL, yatu:

1. Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki.

2. Belajar bukan sekadar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas. Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan organisasi dari semua yang dialami, sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku manusia.

3. Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan masalah anak akan berkembang secar utuh yang bukan hanya perkembangan intelektual saja akan tetapi juga mental dan emosi.

4. Belajar adalah proses pengalamn sendiri yang berkembang secara bertahap dari yang sedrhana menuju yang kompleks.

5. Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan.

c. Perbedaan CTL dengan Pembelajarn Konvensional

1. CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran. Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.

2. Dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok, seperti kerja kelompok, berdiskusi, saling menerima dan memberi. Sedangkan, dalam pembelajaran konvensoional siswa lebih banyak belajar secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghafal materi pelajaran.

3. Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil; sedangkan pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak.

4. Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman; sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan.

5. Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri; sedangkan dalam pembelajaran, tujuan akhir adalah nilai/angka.

6. Dalam CTL, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri; sedangkan dalam pembelajaran konvensional tindakan/perilaku didasarkan oleh faktor dari luar dirinya.

7. Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dnegan pengalaman yang dialaminya; sedangkan dalam pembelajaran konvensional kebenaran bersifat absolut dan final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi orang lain.

8. Dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing; sedangkan dalam pembelajaran konvensional guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.

9. Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi di man saja dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan; sedangkan dalam pembelajaran konvensional hanya terjadi di dalam kelas.

10. Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek perkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai cara, misalnya, dengan evaluasi proses, wawancara, hasil karya siswa, penampilan, rekaman, observasi; sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes.

d. Peran Guru dan Siswa dalam CTL

Ada bebarapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru mnakala menggunakan pendekatan CTL:

1. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Kemamapuan belajar akan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman siswa. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau “penguasa” yang memaksakan kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar meraka bisa belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru. Oleh karena itu belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian, guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari siswa.

3. Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian, peran guru adalah membantu agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya.

4. Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang telah ada (asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi), dengan demikian, peran guru adalah memfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi.

e. Asas-asas CTL

1) Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstuktivisme, pengetahuan itumemang berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang.

2) Inkuiri

Asas kedua dalam pembelajaran CTL adaalh inkuiri, artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu:

· Merumuskan masalah

· Mengajukan hipotesis

· Mengumpulkan data

· Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan

· Membuat kesimpulan

3) Bertanya (Questioning)

Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam proses pembelajaran CTL, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri.

4) Masyarakat Belajar (Learning comunity)

Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapakan pembelajaran melalui kelompok belajar. Dalam hal tertentu, guru dapat mengundang orang-orang yang dianggap memilki keahlian khusus untuk membelajarkan siswa.

5) Pemodelan (Modeling)

Yang dimaksud dengan asas modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatau sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.

6) Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya.

7) Penilaian Nyata (Authentic Assessment)

Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek.

f. Pola dan Tahapan Pembelajaran CTL

Pola pembelajaran CTL:

1) Pendahuluan

· Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajarinya.

· Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL:

Ø Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa;

Ø Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi;

Ø Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang berhubungan dengan materi yang dipelajari.

· Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.

2) Inti

Di lapangan:

· Siswa melakukan observasi sesuai dengan pembagian tugas kelompok;

· Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan.

Di kelas:

· Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing;

· Siswa melaporkan hasil diskusi;

· Setiap kelompok mejawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain.

3) Penutup

· Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai;

· Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang pengalaman belajar mereka dengan tema yang disesuaikan dengan materi pelajaran.

I. Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI)

a. Konsep Dasar SPI

SPI adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.

SPI berangkat dari asumsi bahwa sejak manusia lahir ke dunia, manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Sejak kecil manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui pancaindera. Hingga dewasa keingintahuan manusia secara terus-menerus berkembang dengan menggunakan otak dan pikirannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia akan bermakna manakala didasari oleh keingintahuan itu. Dalam rangka itulah strategi inkuiri dikembangkan.

Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri. Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.

Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Dengan demikian, strategi pembelajaran inkuiri menempetkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator balajar siswa.

Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.

Strategi pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered apporoach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini siswa memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran.

Strategi pembelajaran inkuiri akan efektif manakala:

· Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang ingin dipecahkan.

· Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau konsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.

· Jika proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu.

· Jika guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki kamauan dan kemampuan berpikir.

· Jika jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa dikendalikan oleh guru.

· Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.

b. Prinsip-prinsip Penggunaan SPI

SPI merupakan strategi yang menekankan kepada pengembangan intelektual anak. Perkembangan mental (intelektual) itu menurut Piaget dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu maturation, physical experience, social experience, dan equilibration.

Maturation atau kematangan adalah proses perubahan fisiologis dan anatomis, yaitu proses pertumbuhan fisik, yang meliputi pertumbuhan tubuh, pertumbuhan otak, dan pertumbuhan sistem saraf.

Physical experience adalah tindakan-tindakan fisik yang dilakukan individu terhadap benda-benda yang ada di lingkungan sekitarnya. Social experience adalah aktivitas dalam berhubungan dengan orang lain. Melalui pengalaman sosial, anak bukan hanya dituntut untuk mempertimbangkan atau mendengarkan pandangan orang lain, tetapi juga menumbuhkan kesadaran bahwa ada aturan lain di samping aturannya sendiri.

equilibration adalah proses penyesuaikan antara pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan dengan pengetahuan baru yang ditemukannya. Prinsip-prinsip penggunaan SPI:

a) Berorientasi pada Pengenbangan Intelektual

Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.

b) Prinsip Interaksi

Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan. Guru perlu mengarahkan agar siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi mereka.

c) Prinsip Bertanya

Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan SPI adalah guru sebagai penanya. Berbagai jenis dan teknik bertanya perlu dikuasai oleh setiap guru, apakah itu bertanya hanya sekadar untuk meminta perhatian siswa, bertanya untuk melacak, bertanya untuk mengembangkan kemampuan atau bertanya untuk menguji.

d) Prinsip Belajar untuk Berpikir

Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.

e) Prinsip Keterbukaan

Belajar adalah suatu proses mencoba bebagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu, siswa perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya.

c. Langkah Pelaksanaan SPI

Secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan SPI dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a) Orientasi

Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif.

b) Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki itu.

c) Mengajukan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya.

d) Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual.

e) Menguji Hipotesis

Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan.

f) Merumuskan Kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.

d. Kesulitan-kesulitan Implementasi SPI

SPI merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dianggap baru khususnya di Indonesia. Sebagai suatu strategi baru, dalam penerapannya terdapat beberapa kesulitan:

Pertama, SPI merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses berpikir yang bersandarkan kepada dua sayap yang sama pentingnya, yaitu proses belajar dan hasil belajar. Selama ini guru yang sudah terbiasa dengan pola pembelajaran sebagai proses menyampaikan informasi yang lebih menekankan kepada hasil belajar, banyak yang merasa keberatan untuk mengubah pola mengajarnya. Memang, untuk mengubah suatu kebiasaan bukanlah pekerjaan mudah, apalagi sifat guru yang cenderung konvensional, sulit untuk menerima pembaharuan-pembaharuan.

Kedua, sejak lama tertanam dalam budaya belajar siswa bahwa belajar pada dasarnya adalah menerima materi pelajaran dari guru, dengan demikian bagi mereka guru adalah sumber belajar yang utama. Karena budaya belajar semacam itu sudah terbentuk dan menjadi kebiasaan, maka akan sulit mengubah pola belajar mereka dengan menjadikan belajar sebagai proses berpikir. Ketiga, berhubungan dengan sistem pendidikan kita yang dianggap tidak konsisten.

e. Keunggulan dan Kelemahan SPI

Keunggulan:

· SPI merupakan pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.

· SPI dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuia dengan gaya belajar mereka.

· SPI merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.

· Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.

Kelemahan:

· Jika SPI digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.

· Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.

· Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.

· Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.

· Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka SPI akan sulit di inmplementasikan oleh setiap guru.

J. Strategi Pembelajaran Kooperatif (SPK)

a. Konsep Strategi Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Ada empat unsure penting dalam SPK, yaitu :

a) Adanya peserta dalam kelompok

b) Adanya aturan kelompok

c) Adanya upaya belajar setiap anggota kelompok

d) Adanya tujuan yang harus dicapai

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan system pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat antara enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, rasa tau suku yang berbeda.Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok,setiap kelompok akan memperoleh penghargaan atau reward,jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.Dengan demikian setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif.Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggungjawab individu terhadap kelompok dan ketrampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Strategi Pembelajaran Kooperatif bisa digunakan manakala :

a) Guru menekankan pentingnya usaha kolektif, disamping usaha individual dalam belajar.

b) Jika guru menghendaki selruh siswa untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar.

c) Jika guru ingin menanamkan,bahwa siswa dapat belajar dari teman lainnya.

d) Jika guru menghendaki untuk mengembangkan kemampuan komunikasi siswa sebagai bagian dari isi kurikulum.

e) Jika guru menghendaki meningkatnya motivasi siswa dan menambah tingkat partisipasi mereka.

f) Jika guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan.

b. Karakteristik dan prinsip prinsip SPK

· Karakteristik SPK

a) Pembelajaran secara tim

b) Berdasarkan pada managemen kooperatif

c) Kemauan untuk bekerjasama

d) Keterampilan bekerjasama

· Prinsip prinsip SPK

a) Prinsip ketergantungan positif

b) Tanggungjawab perseorangan

c) Interaksi tatap muka

d) Partisipasi dan komunikasi

c. Prosedur Pembelajaran Kooperatif

Prosedur pembelajaran kooperatif pada dasarnya terdiri atas empat tahap:

a) Penjelasan materi

Tahap penjelasan dimaksudkan sebagai proses penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok.Tujuan utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai yang selanjutnya siswa akan memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok.Pada tahap ini guru dapat menggunakan metode ceramah,curah pendapat,dan tanya jawab,bahkan kalau perlu guru dapat menggunakan demonstrasi.Di samping itu guru juga dapat menggunakan berbagai media pembelajaran agar proses penyampaian dapat lebih menarik siswa.

b) Belajar dalam kelompok

Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-pokok materi pelajaran,selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada keolmpoknya masing-masing yang telah dibentuk sebelumnya.Pengelompokan dalam SPK bersifat heterogen, artinya kelompok dibentuk berdasarkan perbedaan-perbedaan setiap anggotanya,baik perbedaan gender, latar belakang agama, social ekonomi dan etnik, serta perbedaan kemampuan akademik.

c) Penilaian

Penilaian dalam SPK dapat dilakukan dengan tes atau kuis.Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun secara kelompok.Tes individual nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa’dan tes kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok.Hasil aklhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua.Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya,Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompok.

d) Pengakuan tim

Pengakuan tim adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol,atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah. Pengakuan dan penghargaan tersebut diharapkan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim lain untuk lebih mampu meningkatkan prestasi mereka.

d. Keunggulan dan Kelemahan SPK

Keunggulan SPK:

a) Melalui SPK siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru,akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri,menemukan informasi dari berbagai sumber,dan belajar dari siswa yang lain.

b) SPK dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan idea tau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

c) SPK dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

d) SPK dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

e) SPK merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan social,termasuk pengembangan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan mengatur waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.

f) Melalui SPK dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan,karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya

g) SPK dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.

h) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.

Keterbatasan SPK:

a) Untuk memahami dan mengerti filosofi SPK memang butuh waktu
Ciri utama SPK adalah siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa..

b) Penilaian yang diberikan dalam SPK didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.

c) Keberhasilan SPK dalam paya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang. Dan hal ini tidak mungkin tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-sekali penerapan strategi ini.

d) Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting utnuk siswa, akan tetapi banyak aktifitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampaun secara individual. Oleh karena itu idealnya melalui SPK selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri.

e. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri:

· untuk memuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara bekerja sama

· kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah

· jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen ras, suku, budaya, dan jenis kelamin, maka diupayakan agar tiap kelompok terdapat keheterogenan tersebut.

· penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.

f. Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif

Fase

Indikator

Aktivitas Guru

1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa

2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi efisien

4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas

5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok.




g. Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif di Kelas

Yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan model pembelajaran kooperatif di kelas, diantaranya:

1. pilih pendekatan apa yang akan digunakan, misal STAD, Jigsaw, Investigasi Kelompok, dll.

2. Pilih materi yang sesuai untuk model ini

3. mempersiapkan kelompok yang heterogen

4. menyiapkan LKS atau panduan belajar siswa

5. merencanakan waktu, tempat duduk yang akan digunakan.

Beberapa pendekatan pada model pembelajaran kooperatif dan perbandingannya:

Pendekatan
Unsur

STAD

Jigsaw

Kelompok Penyelidikan

Pendekatan Struktur

Tujuan Kognitif

Informasi akademik sederhana

Informasi akademik sederhana

Informasi akademik tingkat tinggi dan keterampilan inkuiri

Informasi akademik sederhana

Tujuan Sosial

Kerjasama dalam kelompok

Kerjasama dalam kelompok

Kerjasama dalam kelompok kompleks

Keterampilan kelompok dan sosial

Struktur Kelompok

Kelompok heterogen dengan 4-5 orang

Kelompok heterogen dengan 5-6 orang dan menggunakan kelompok asal dan kelompok ahli

Kelompok homogen dengan 5-6 orang

Kelompok heterogen dengan 4-6 orang

Pemilihan topik

Oleh guru

Oleh guru

Oleh siswa

Oleh guru

Tugas utama

Menggunakan LKS dan saling membantu untuk menuntaskan materi

Mempelajari materi dalam kelompok ahli dan membantu kelompok asal mempelajari materi

menyelesaikan inkuiri kompleks

Mengerjakan tugas yang diberikan baik social maupun kognitif

Penilaian

Tes mingguan, jenis tes biasanya berupa kuis

Bervariasi, misal tes mingguan, jenis tes biasanya berupa kuis

Menyelesaikan proyek dan menulis laporan.

Bervariasi

h. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Pertama, Positive interdependence, hal ini menunjukkan adanya saling ketergantungan diantara anggota kelompok. Bila salah satu gagal, maka yang lain akan ikut gagal. Jadi setiap anggota harus berusaha keras agar tercapai keberhasilan individual, karena setiap individu yang gagal dan berhasil akan saling mempengaruhi. Kedua, Individual accountability, jadi setiap individu mempunyai rasa tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kelompok agar hasil belajar menjadi baik. Ketiga, Face to face promotive interaction, maksudnya adalah setiap anggota kelompok harus saling membelajarkan dan mendorong agar tujuandan tugas yang diberikan dapat dikuasai oleh semua anggota kelompok.

Keempat, Appropriate use of collaborative skills, dalam kelompok ini setiap individu berlatih untuk dapat dipercaya, mempunyai jiwa kepemimpinan, dapat mengambil keputusan, mampu berkomunikasi, dan memiliki keterampilan untuk mengatur konflik. Kelima, Group processing, artinya setiap anggota harus dapat mengatur keberhasilan kelompok, secara berkala mengevaluasi kelompoknya, serta mengidentifikasi perubahan yang akan dilakukan agar pekerjaan kelompoknya lebih efektif lagi.

i. Tujuan Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaknya tiga tujuan pembelajaran, Ibrahim, ddk (2000:78) sebagai berikut:

Pertama, bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa strategi ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Strategi struktur penghargaan kooperatif juga telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.

Kedua, penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidak mampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbada latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.

Ketiga, mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial.

Pembelajaran kooperatif bukan hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau peserta didik harus mempelajari keterampilan keterampilan khusus atau peserta didik harus mempelajari keterampilan keterampilan khusus ang disebut keterampilan kooperatif. Fungsi keterampilan kooperatif adalah untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Untuk membuat keterampilan kooperatif dapat bekerja, guru harus mengajarkan keterampilan-keterampilan kelompok dan sosial yang dibutuhkan. Keterampilan keterampilan itu menurut Ibrahim, dkk (2000:47 55).

a) Keterampilan-keterampilan sosial

Keterampilan sosial melibatkan perilaku yang menjadikan hubungan sosial berhasil dan memungkinkan seseorang bekerja secara efektif dengan orang lain

b) Keterampilan berbagi

Banyak siswa mengalami kesulitan berbagi waktu dan bahan. Komplikasi ini dapat mendatangkan masalah pengelolaan yang serius selama pelajaran pembelajaran kooperatif. Siswa-siswa yang mendominasi sering dilakukan secara sadar dan tidak memahami akibat perilaku mereka terhadap siswa lain atau terhadp kelompok mereka.

c) Keterampilan Berperan Serta

Sementara ada sejumlah siswa mendominasi kegiatan kelompok, siswa lain tidak mau atau tidak dapat berperan serta. Terkadang siswa yang menghindari kerja kelompok karena malu. Siswa yang tersisih adalah jenis lain siswa yang mengalami kesulitan berperan serta dalam kegiatan kelompok.

d) Keterampilan-keterampilan komunikasi

Kelompok pembelajaran kooperatif tidak dapat berfungsi secara efektif apabila kerja kelompok itu tidak ditandai dengan miskomunikasi. Empat keterampilan komunikasi, mengulang dengan kalimat sendiri, memberikan perilaku, memberikan perasaan, dan mengecek kesan adalah penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa untuk memudahkan komunikasi di dalam seting kelompok.

e) Keterampilan-keterampilan kelompok

Kebanyakan orang telah mengalami bekerja dalam kelompok dimana anggota-anggota secara individu merupakan orang yang baik dan memiliki keterampilan sosial. Sebelum siswa dapat belajar secara efektif di dalam kelompok pembelajaran kooperatif, mereka harus belajar tentang memahami satu sama lain dan satu sama lain menghormati perbedaan mereka

j. Prinsip Strategi Pembelajaran Koperatif

Strategi pembelajaran kooperatif ini terdiri dari tiga prinsip yaitu :

a) Belajar aktif

Yaitu ditunjukkan dengan adanya keterlibatan intelektual dan emosional dalam proses pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk berdiskusi, mengemukakan pendapat dan idenya, melakukan eksplorasi terhadap materi yang sedang dipelajari serta menafsirkan hasilnya secara bersama-sama didalam kelompok.

b) Pendekatan Konstruktivistik

Dalam strategi pembelajaran kooperatif dapat mendorong siswa untuk mampu membangun pengetahuan secara bersama-sama didalam kelompok. Mereka didorong umtuk menemukan dan mengkonstruksi materi yang sedang dipelajari melalui diskusi, observasi atau percobaan.

c) Pendekatan Kooperatif

Pendekatan ini mendorong dari memberi kesempatan kepada siswa untuk terampil berkomunikasi. Artinya, siswa didorong untuk mampu menyatakan pendapat atau idenya dengan jelas, mendengarkan orang lain dan menanggapinya dengan tepat.

Sedangkan Prinsip dari strategi pembelajaran kooperatif adalah:

1) Kemampuan kerjasama

2) Otonomi Kelompok

3) Interaksi Bersama

4) Keikutsertaan bersama

5) Tanggung jawab individu

6) Ketergantungan Positif

7) Kerjasama merupakan suatu nilai

k. Strategi Pembelajaran Kooperatif dalam Pembelajaran

Dalam memulai pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif, maka guru merancang pembelajaran, mempertimbangkan dan menetapkan target pembelajaran yang ingin dicapai. Guru juga menetapkan sikap dan keterampilan-keterampilan sosial yang diharapkan dapat dikembangkan dan diperlihatkan oleh siswa selama pembelajaran berlangsung. Guru kemudian mengorganisasikan materi tugas yang akan dikerjakan bersama-sama dalam kelompok dengan mengembangkan lembar kerja siswa. Untuk memulai pembelajarannya, guru menjelaskan tujuan yang harus diperlihatkan siswa terlebih dahulu.

Dalam menyampaikan materi pembelajaran, pemahaman dan pendalamannya akan dilakukan siswa ketika belajar secara bersama-sama dalam kelompok. Pemahaman dan perlakuan guru terhadap siswa secara individual sangat menentukan kebersamaan dari kelompok yang terbentuk.

K. Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)

a. Hakikat dan Pengertian SPPKB

Model pembelajaran SPPKB adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaahan fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajukan.

Terdapat beberapa hal yang terkandung dalam pengertian di atas. Pertama, SPPKB adalah model pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir, artinya tujuan yang ingin dicapai oleh SPPKB adalah bukan sekedar siswa dapat menguasai sejumlah materi pelajaran, akan tetapi bagaimana siswa dapat mengembangkan gagasan-gagasan dan ide melalui kemampuan berbahasa secara verbal.

Kedua, telaahan fakta-fakta sosial atau pengalaman sosial merupakan dasar pengembangan kemampuan berpikir, artinya pengembangan gagasan dan ide-ide didasarkan kepada pengalaman sosial anak dalam kehidupan sehari-hari dan/atau berdasarkan kemampuan anak untuk mendeskripsikan hasil pengamatan mereka terhadap berbagai fakta dan data yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari.

Ketiga, sasaran akhir SPPKB adalah kemampuan anak untuk memecahkan masalah-masalah sosial sesuai dengan taraf perkembangan anak.

b. Latar Belakang Filosofis dan Psiklogis SPPKB

· Latar Belakang Filosofis

Pembelajaran adalah proses interaksi baik antara manusia dengan manusia ataupun antara manusia dengan lingkungan. Dilihat dari bagaimana pengetahuan itu bisa diperoleh manusia dapat didekati dari dua pendekatan yang berbeda yaitu, pendekatan rasional dan pendekatan empiris. Rasionalisme menyatakan bahwa pengetahuan menunjukkan kepada objek dan kebenaran itu marupakan akibat dari deduksi logis. Aliran rasionalis menekankan pada rasio, logika dan pengetahuan deduktif. Aliran empiris lebih menekankan kepada pentingnya pengalaman dalam memahami setiap objek. Aliran ini memandang bahwa semua kenyataan itu diketahui melalui indera dan kriteria kebenaran itu adalah kesesuaian dengan pengalaman. Dengan demikian, pandangan empirisme menekankan kepada pengalaman dan pengetahuan induktif.

Selanjutnya tentang hakikat pengetahuan menurut filsafat konstruktivisme adalah sebagai berikut:

Ø Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui subjek.

Ø Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.

Ø Pengetahuan dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan apabila konsepsi itu berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang (Suparno, 1992:21).

· Latar Belakang Psiklogis

Landasan psikologis SPPKB adalah aliran psikologi kognitif. Menurut aliran kognitif, belajar pada hakikatnya merupakan peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral. Sebagai peristiwa mental perilaku manusia tidak semata-mata merpakan gerakan fisik saja, akan tetapi yang lebih penting adalah faktor pendorong yang menggerakkan fisik itu. kebutuhan itulah yang mendorong manusia untuk berperilaku. Piaget menyatakan: “... children have a built-in desire to learn”. Inilah yang melatarbelakangi SPPKB.

Dalam perspektif psikologi kognitif sebagai landasan SPPKB, belajar adalah proses aktif individu dalam membangun pengetahuan dan pencapaian tujuan. Artinya, proses belajar tidaklah tergantung kepada pengaruh dari luar, tetapi sangat tergantung kepada individu yang belajar (student centered).

c. Hakikat Kemampuan Berpikir dalam SPPKB

SPPKB merupakan model pembelajaran yang bertumpu pada proses perbaikan dan peningkatan kemampuan berpikir siswa. Menurut Peter Reason (1981), berpikir (thinking) adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending). Menurut Peter Reason mengingat dan memahami lebih bersifat pasif daripada kegiatan berpikir (thinking). Kemampuan berpikir memerlukan kemampuan mengingat dan memahami, oleh seba itu kemampuan mengingat adalah bagian terpenting dalam mengembangkan berpikir.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka SPPKB bukan hanya sekedar model pembelajaran yang diarahkan agar peserta didik dapat mengingat dan memahami berbagai fakta, data, atau konsep, akan tetapi bagaimana data, fakta, atau konsep tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk melatih kemampuan berpikir siswa dalam menghadapi dan memecahkan suatu persoalan.

d. Karakteristik SPPKB

· Proses pembelajaran melalui SPPKB menekankan kepada proses mental siswa secara maksimal. Maka dalam proses implementasi SPPKB perlu diperhatikan hal-hal sebaga berikut:

Ø Jika belajar tergantung pada bagaimana informasi diproses secara mental, maka proses kognitif siswa harus menjadi kepedulian utama para guru.

Ø Guru harus mempertimbangkan tingkat pekembangan kognitif siswa ketika merencanakan topik yang harus dipelajari serta metoda apa yang akan digunakan.

Ø Siswa harus mengorganisasi yang mereka pelajari.

Ø Informasi baru akan bisa ditangkap lebih mudah oleh siswa, manakala siswa dapat mengorganisasikannya dengan pengetahuan yang telah mereka miliki.

Ø Siswa harus secara aktif merespon apa yang mereka pelajari.

· SPPKB dibangun dalam nuansa dialogis dan proses tanya jawab secara terus-menerus.

· SPPKB adalah model pembelajaran yang menyandarkan kepada dua sisi yang sama pentingnya, yaitu sisi proses dan hasil belajar.

e. Perbedaan SPPKB dengan pembelajaran Konvensional

a) SPPKB menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar, artinya peserta didik berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menggali pengalamannya sendiri; sedangkan dalam pembelajaran konvensional peserta didik ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.

b) Dalam SPPKB, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata melalui penggalian pengalaman setiap siswa; sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak.

c) Dalam SPPKB, perilaku dibangun atas kesadaran sendiri; sedangkan dalam pembelajaran konvensional perilaku dibangun atas proses kebiasaan.

d) Dalam SPPKB, kemampuan didasarkan atas penggalian pengalaman; sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan.

e) Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui SPPKB adalah kemampuan berpikir melalui proses menghubungkan antara pengalaman dengan kenyataan; sedangkan dalam pembelajaran konvensional tujuan akhir adalah penguasaan materi pembelajaran.

f) Dalam SPPKB, tindakan atau perilaku dibangun atas dasar kesadran diri sendiri; sedangkan dalam pembelajaran konvensional tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya.

g) Dalam SPPKB, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya; sedangkan dalam pembelajaran konvensional kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena itu pengatahuan dikonstruksi oleh orang lain.

h) Tujuan yang ingin dicapai oleh SPPKB adalah kemampuan siswa dalam proses berpikir untuk memperoleh pengetahuan, maka kriteris keberhasilan ditentukan oleh proses dan hasil belajar; sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes.

f. Tahapan-tahapan Pembelajaran SPPKB

a) Tahap Orientasi

Pada tahap ini guru mengkondisikan siswa pada posisi siap untuk melakukan pembelajaran. tahap ini dilkukan dengan: pertama, penjelasan tujuan yang harus dicapai baik tujuan yang berhubungan dengan penguasaan materi pelajaran yang harus dicapai, maupun tujuan yang berhubungan dengan proses pembelajaran atau proses pembelajaran yang harus dimiliki siswa. Kedua, penjelasan proses pembelajaran yang harus dilakukan siswa, yaitu penjelasan tentang apa yang harus dilakukan siswa dalam setiap tahapan proses pembelajaran.

b) Tahap Pelacakan

Tahap pelacakan adalah tahapan penjajakan untuk memahami pengalaman dan kemampuan dasar siswa sesuai dengan tema atau pokok persoalan yangakan dibicarakan. Dengan berbekal pemahaman itulah selanjutnya guru menetukan bagaimana ia harus mengembangkan dialog dan tanya jawab pada tahapan-tahapan selanjutnya.

c) Tahap Konfrontasi

Tahap konfrontasi adalah tahapan penyajian persoalan yang harus dipecahkan sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengalaman siswa. Persoalan yang diberikan sesuai dengan tema/topik itu tentu saja persoalan yang sesuai dengan kemampuan dasar atau pengalaman siswa seperti yang diperoleh pada tahap kedua.

d) Tahap Inkuiri

Tahap inkuiri adalah tahapan terpenting dalam SPPKB, pada tahap inilah siswa belajar berpikir yang sesungguhnya. Melalui tahapan inkuiri, siswa diajak untuk memecahkan persoalan yang dihadapi.

e) Tahap Akomodasi

Tahap akomodasi adalah tahapan pembentuakn pengetahuan baru melalui proses penyimpulan. Pada tahap ini siswa dituntut untuk dapat menemukan kata-kata kunci sesuai dengan topik/tema pembelajaran.

f) Tahap Transfer

Tahap transfer adalah tahapan penyajian masalah baru yang sepadan dengan masalah yang disajikan. Tahap transfer dimaksudkan sebagai tahapan agar siswa mampu mentransfer kemampuan berpikir setiap siswa untuk memecahkan masalah-masalah baru, Pada tahap ini guru dapat memberikan tugas-tugas yang sesuai dengan topik pembahasan.

L. Strategi Pembelajaran Afektif

a. Hakikat Pendidikan Nilai dan Sikap

Sikap merupakan refleksi dari nilai yang dimiliki. Oleh karenanya, pendidikan sikap pada dasarnya adalah pendidikan nilai. Nilai adalah suatu konsep yang barada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi., tidak berada didalam dunia yang empiris. Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk, indah dan tidak indah, layak dan tidak layak, dan lain sebagainya. Pandangan seseorang tentang semua itu tidak bisa diraba, kita hanya mungkin dapat mengetahuinya dari eprilaku yang bersangkutan. Dengan demikian, pendidikan nilai pada dasarnya proses penanaman nilai kepada peserta didik yang diharapkan oleh karenanya siswa dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang dianggapnya baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.

Dauglas Graham (Gulo, 2002) melihat empat faktor yang merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap nilai tertentu, yaitu:

1) Normativist. Biasanya kepatuhan pada norma-norma hukum.

2) Integralist, yaitu kepatuhan yang didasarkan pada kesadaran dengan pertimbangan-pertimbangan yang rasional.

3) Fenomenalis, yaitu kepatuhan berdasarkan suara hati atau sekadar basa-basi.

4) Hedonist, yaitu kepatuhan berdasarkan kepentingan diri sendiri.

Selanjutnya dalam sumber yang sama dijelaskan, dari empat faktor ini terdapat lima tife kapatuhan, yaitu:

1) Otoritarian. Suatu kepatuhan tanpa reserve atau kepatuhan yang ikut-ikutan.

2) Conformist. Kepatuhan tife ini mempunyai tiga bentuk yaitu: a) Conformist directed, yaitu penyesuaian diri terhadap masyarakat atau orang lain; b) Conformist hedonist, yaitu kepatuhan yang berorientasi kepada “untung-rugi”; dan c) Conformist integral, adalah kepatuhan yang menyesuaikan kepentingan diri sendiri dengan kepentingan masyarakat.

3) Compulsive deviant. Kepatuhan yang tidak konsisten.

4) Hedonik psikopatik, yaitu kepatuhan pada kekayaan tanpa memperhitungkan kepentingan orang lain.

5) Supramoralist. Kepatuhan karena keyakinan yang tinggi terhadap nilai-nilai moral.

Komitmen seseorang terhadap suatu nilai tertentu terjadi melalui pembentukan sikap, yakni kecenderungan seseorang terhadap suatu objek. Gulo (2005) menyimpulkan tentang nilai sebagai berikut:

a) Nilai tidak bisa diajarkan tetapi diketahui dari penampilannya.

b) Pengembangan domain afektif pada nilai tidak bisa dipisahkan dari aspek kognitif dan psikomotorik.

c) Masalah nilai adalah masalah emosional dan karena itu dapat berubah, berkembang, sehingga bisa di bina.

d) Perkembangan nilai atau moral tidak terjadi sekaligus, tetapi melalui tahapan tertentu.

Sikap adalah kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan nilai yang dinggapnya baik atau tidak baik. Deangan demikian, belajar sikap berarti memperoleh kecenderungan untuk menerima atau menolak suatu objek; berdasarkan penilaian terhadap objek itu sebagai hal yang berguna/berharga (sikap positif) dan tidak berharga/tidak berguna (sikap negatif).

b. Proses Pembentukan Sikap

a) Pola Pembiasaan

Dalam proses pembelajaran di sekolah, baik secara disadari maupun tidak, guru dapat menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan. Belajar melalui pembiasaan itu juga dilakukan oleh Skinner melalui teorinya operant conditioning. Skinner menekankan pada proses peneguhan respon anak. Setiap kali anak menunjukkan prestasi yang baik diberikan penguatan (reincforment) dengan cara memberikan hadiah atau perilaku yang menyenangkan. Lama-kelamaan, anak berusaha meningkatkan sikap positifnya.

b) Modeling

Pembelajaran sikap seseorang dapat juga dilakukan melalui proses modeling, yaitu pembentukan sikap melalui proses asimilasi atau proses mencontoh. Proses penanaman sikap anak terhadap sesuatuobjek melalui proses modeling pada mulanya dilakukan secara mencontoh, namun anak perlu diberi pemahaman mengapa hali itu dilakukan.

c. Model Strategi Pembelajaran Sikap

a) Model konsiderasi

Model konsiderasi (the consideration model) dikembangkan oleh Mc. Paul, seorang humanis. Paul menganggap bahwa pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan kognitif yang rasional. Pembelajaran moral siswa menurutnya adalah pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual. Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian. Tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia yang memiliki kepedulian tehadap orang lain.

Implementasi model konsideransi guru dapat mengikuti tahapan pembelajaran berikut ini:

· Menghadapkan siswa pada suatu masalah yang mengandung konflik, yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

· Menyuruh siswa untuk menganalisis situasi masalah dengan melihat bukan hanya yang tampak, tapi juga yang tersirat dalam pemasalahan tersebut, misalnya perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain.

· Menyuruh siswa untuk menuliskan tanggapannya terhadap permasalahan yang dihadapi.

· Mengajak siswa untuk menganalisis respon orang lain serta membuat kategori dari setiap respon yang diberikan siswa.

· Mendorong siswa untuk merumuskan akibat atau konsekuensi dari setiap tindakan yang diusulkan siswa.

· Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang untuk menambah wawasan agar mereka dapat menimbang sikap tertentu sesuai dengan nilai yng dimilikinya.

· Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan pilihannya berdasarkan pertimbangannya sendiri.

b) Model Pengembangan Kognitif

Model pngembangan kognitif (the cognitive development model) dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg. Model ini banyak di ilhami oleh John Dewey dan Jean Piaget yang berpendapat bahwa perkembangan manusia terjadi sebagai prose dari restukrturisasi kognitif yang berlangsung secara berangsur-angsur menurut urutan tertentu. Menurut Kohlberg , moral manusia itu berkembang melalui tiga tingkat, dan setiap tingkat terdiri dari dua tahap.

1) Tingkat Prakonvensional

Pada tingkat ini setiap individu memandang moral berdasarkan kepentingannya sendiri. Artinya, pertimbangan moral didasarkan pada pandangan secara individual tanpa menghiraukan rumusan dan aturan yang dibuat oleh masyarakat. Pada tingkat prakonvensional ini terdapat dua tahap yaitu:

· Tahap 1 “orientasi hukuman dan kepatuhan”

Pada tahap ini perilaku anak didasarkan kepada konsekuensi fisik yang akan terjadi. Artinya, anak hanya berpikir bahwa perilaku yang benar itu adalah perilaku yang tidak akan mengakibatkan hukuman. Dengan demikian, setiap peraturan harus dipatuhi agar tidak menimbulkan konsekuensi negatif.

· Tahap 2 “orientasi instrumental-relatif”

Pada tahap ini perilaku anak didasarkan kepada rasa “adil” baerdasarkan aturan permainan yang telah disepakati. Dikatakan adil manakala orang membalas perilaku kita yang dianggap baik. Denagn demikian perilaku itu didasarkan kepada saling menolong dan saling memberi.

2) Tingkat konvensional

Pada tahap ini perilaku anak mendekati masalah didasarkan pada hubungan individu-masyarakat. Kesadaran dalam diri anak mulai tumbuh bahwa perilaku itu harus sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat. Pada tingkat konvensional ini terdapat dua tahap yaitu:

· Tahap 3 “keselarasan interpersonal”

Pada tahap ini ditandai dengan setiap perilaku yang ditampilkan individu didorong oleh keinginan untuk memnuhi harapa orang lain. Kesadaran individu mulai rumbuh bahwa ada orang lain diluar dirinya untuk berperilaku sesuai dengan harapannya. Artinya, anak sadar bahwa ada hubungan antara dirinya dengan orang lain. Dan, hubungan itu tidak boleh dirusak.

· Tahap 4 “sistem sosial dan kata hati”

Pada tahap ini perilaku individu bukan didasarkan pada dorongan untuk memenuhi harapan orang lain yang dihormatinya, akan tetapi didasarkan pada tuntunan dan harapan masyarak. Ini berarti telah terjadi pergeseran dari kesadaran individu menjadi kesadaran sosial. Artinya, anak sudah menerima adanya sistem sosial yang mengatur perilaku individu.

3) Tingkat Postkonvensional

Pada tingkat ini perilaku bukan hanya didasarkan pada kepatuhan terhadap norma-norma masyarakat yang berlaku, akan tetapi didasari oleh adanya kesadaran sesuai dengan nilai-nilai yang dimilikinya secara individu. Pada tahap ini memiliki dua tahap yaitu:

· Tahap 5 “kontrak sosial”

Pada tahap ini perilaku individu didasarkan pada kebenaran-kebenaran yang diakui oleh masyarakat. kesadaran individu untuk berperilaku tumbuh karena kesadaran untuk menerapkan prnsip-prinsip sosial. Dengan demikian, kewajiban moral dipandang sebagai kontrak sosial yang harus dipatuhi, bukan sekedar pemenuhan sistem nilai.

· Tahap 6 “prinsip etis yang universal”

Pada tahap terakhir, perilaku manusia didasarkan pada prinsip-prinsip universal. Segala macam tindakan bukan hanya didasarkan sebagai kontrak sosial yang harus dipatuhi, akan tetapi didasarkan pada suatu kewajiban sebagai manusia.

c) Teknik Mengklarifikasi Nilai

Teknik mengklarifikasi nilai (value clarificaion technique) atau sering disingkat VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk menbantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapai suatu persoalana melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.

Salah satu karakteritik VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya dalam diri siswa kemudian menyelaraskannya dengan niali-nilai baru yang hendak ditanamkan. VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral bertujuan:

· Untuk mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai.

· Membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik tingkatannya maupun sifatnya untuk kemudian dibina ke arah peningkatan dan pembetulannya.

· Untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya niali tersebut akan menjadi milik siswa.

· Melatih siswa bagaimana cara menilai, menerima, serta mengambil keputusan terhadap sesuatu persoalan dan hubungannya dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat.

John Jarolimek (1974) menjelaskan langkah pembelajaran dengan VCT dalam 7 tahap yang dibagi kedalam 3 tingkat. yaitu:

a) Kebebasan memilih

Pada tingkat ini terdapat 3 tahap, yaitu:

· Memilih secara bebas, artinya kesempatan untuk menentukan pilihan yang menurutnya baik.

· Memilih dari beberapa alternatif. Artinya, untuk menentukan pilihan dari beberapa alternatif pilihan secara bebas.

· Memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat pilihannya.

b) Menghargai

Terdiri dari 2 tahap pembelajaran:

· Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya, sehingga nilai tersebut akan menjadi bagian integral dari dirinya.

· Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum. Artinya, bila kita menganggap nilai itu suatu pilihan, maka kita akan berani dengan penuh kesadaran untuk menunjukkannya di depan orang lain.

c) Berbuat

Terdiri atas:

· Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya.

· Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. Artinya, nilai yang menjadi pilihan itu harus tercermin dalam kehidupannya sehari-hari.

Beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam mengimplementasikan VCT melalui proses dialog:

· Hindari penyampaian pesan melalui proses pemberian nasihat, yaitu memberikan pesan-pesan moral yang menuntut guru dianggap baik.

· Jangan memaksakan siswa untuk memberi respon tertentu apabila memang siswa tidak menghendakinya.

· Usahakan dialog dilaksanakan secara bebas dan terbuka, sehingga siswa akan mengungkapkan perasaannya secara jujur dan apa adanya.

· Dialog dilaksanakan kepada individu, bukan kepada kelompok kelas.

· Hindari respon yang dapat menyebabkan siswa terpojok, sehingga ia mnejadi defensif.

· Tidak mendesak siswa pada pendirian tertentu.

· Jangan mengorek alasan siswa lebih dalam.

d. Kesulitan dalam Pembelajaran Afektif

a) Pertama, selama ini proses pendidikan sesuai dengan kurikulum yang berlaku cenderung diarahkan untuk pembentukan intelektual. Dengan demikian, keberhasilan proses pendidikan pembelajaran di sekolah ditentukan oleh kriteria kemampuan intelektual (kemampuan kognitif). Akibatnya, upaya yang dilakukan setiap guru diarahkan kepada bagaimana agar siswa dapat menguasai sejumlah pengetahuan sesuai dengan standar isi kurikulum yang berlaku, oleh karena kemampuan intelektual identik dengan penguasaan materi pelajaran.

b) Kedua, sulitnya melakukan kontrol karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap seseorang. Pengembangan kemampuan sikap baik melalui proses pembiasaan maupun modeling bukan hanya ditentukan oleh faktor guru, akan tetapi juga faktor-faktor lain terutama faktor lingkungannya. Artinya, walaupun disekolah guru memberikan contoh yang baik, akan tetapi manakala tidak didukung oleh lingkungan anak baik lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat, maka pembentukan sikap akan sulit dilaksanakan.

c) Ketiga, keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa dievaluasi dengan segera. Berbeda dengan pembentukan aspek kognitif dan aspek keterampilan, maka keberhasilan dari pembentukan sikap baru dapat dilihat pada rentang waktu yang cukup panjang. Hal ini disebabkan sikap berhubungan dengan internalisasi nilai yang memerluakn proses yang lama.

d) Keempat, pengaruh kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi yang menyuguhkan aneka pilihan program acara, berdampak pada pembentukan karakter anak.